Wednesday, 19 December 2012

KEEFEKTIFAN JAM PELAJARAN DI SMA NEGERI 1 BOJONEGORO (TUGAS KIR)


KEEFEKTIFAN JAM PELAJARAN DI SMA NEGERI 1 BOJONEGORO
Oleh: Salsabila Albarid (XI IPA 5/9463)

Sekolah merupakan tempat tumbuh dan berkembang bagi setiap anak. Selain sebagai tempat tumbuh dan berkembang, sekolah juga merupakan rumah bagi setiap siswanya. Rumah tempat belajar. Belajar mengenai alam, seni, kehidupan sosial, lingkungan sekitar, dan sebagainya. Tak terkecuali para siswa di SMA Negeri 1 Bojonegoro.
SMAN 1 Bojonegoro adalah salah satu sekolah terpandang di Bojonegoro. Statusnya sebagai favorit selama bertahun-tahun mampu membuat sekolah ini menjadi SMA impian bagi para lulusan SMP di Bojonegoro – dan sekitarnya. Tentu saja, untuk dapat menyandang status sebagai siswa SMAN 1 Bojonegoro para pendaftar harus melalui serangkaian tes yang cukup ketat. Mungkin persaingan untuk masuk tidak seketat persaingan di SMA Taruna dan sebagainya. Tapi tetap untuk ukuran kota kecil seperti Bojonegoro, persaingan untuk masuk bisa dibilang cukup ketat. Apalagi jumlah siswa yang diterima biasanya tidak sampai setengah dari jumlah pendaftar.
Berhasil menjadi siswa SMAN 1 Bojonegoro tidak lantas membuat persaingan berakhir. Justru pertarungan yang sebenarnya baru saja dimulai.
Menjadi siswa SMAN 1 Bojonegoro, mereka dituntut untuk mampu menguasai berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Sedikit banyak memang benar bahwa siswa SMAN 1 Bojonegoro memiliki kepandaian yang lebih dibanding siswa SMA lain di Bojonegoro. Mereka  memiliki tanggung jawab yang lebih banyak dibanding siswa SMA lain. Dengan jam belajar sampai sore hari – untuk hari Senin hingga Rabu – ditambah lagi tugas yang menumpuk, para siswa benar-benar harus mampu mengatur waktunya dengan baik. Di tengah-tengah kesibukan sekolah dan tugas, para siswa masih dituntut untuk bisa berprestasi dalam berbagai bidang lomba.
Namun, efektifkah sebenarnya jam pelajaran hingga sore tersebut? Untuk hari Senin, bel masuk berbunyi pada pukul 6.45 dan bel pulang berbunyi pukul 16.15. Dengan dipotong istirahat, berarti para siswa belajar sekitar 8 jam. 3 jam diantara adalah jam sore dimana konsentrasi para siswa telah menurun. Sampai di rumah, siswa seharusnya bisa bersantai kemudian belajar untuk mengulang pelajaran tadi atau belajar pelajaran yang selanjutnya. Tapi pada prakteknya, kebanyakan siswa telah kecapaian dan hanya ingin tidur setelah seharian memeras otak. Hal ini tentu berefek tidak baik karena tugas-tugas yang menumpuk dikerjakan dengan system kebut. Selain membuat hasil pekerjaan tidak maksimal, mengerjakan sesuatu dengan terburu-buru juga akan menimbulkan efek negative.
Tidaklah sehat jika tubuh diforsir terus menerus dan tidak memiliki waktu istirahat yang cukup. Tubuh yang demikian tentu tidak baik untuk tubuh seorang siswa. Seorang siswa membutuhkan kesehatan jasmani yang sesuai dengan aktivitas-aktivitasnya sebagai siswa.
Tentu tidak semua siswa memilih memforsir tubuhnya. Beberapa bagian diantara mereka adalah siswa rajin yang akan meluangkan waktu bermainnya untuk belajar dan mengerjakan tugas. Namun, bagaimana dengan siswa yang tidak terlalu rajin atau tidak ingin mengurangi waktu bermainnya?
Kebanyakan dari mereka memilih jalan pintas. Disebut jalan pintas karena memang lebih mudah dan cepat. Seperti apa? Seperti mengubah Pekerjaan Rumah menjadi Pekerjaan Sekolah. Hal ini telah membudaya diantara kalangan para siswa. Mereka memilih mengerjakan PR di sekolah bersama-sama dengan menyalin pekerjaan milik teman yang telah dikerjakan di rumah. Mudah bukan? Mudah. Tapi lagi-lagi ini berefek negative.
Seorang guru memberikan Pekerjaan Rumah agar para siswa menjadi lebih mahir dalam pekerjaan. Dengan mengerjakan latihan-latihan soal, siswa akan semakin paham dengan pelajaran yang diberikan. Tapi bagaimana jika tugas tersebut malah dikerjakan dengan cara menyalin yang tidak memperhatikan isi? Hanya mementingkan buku tugasnya telah terisi.
Sebenarnya hal tersebut tidak hanya terjadi akibat jam sore. Saat jam pulang sekolah tidak sore pun, para siswa telah terbiasa untuk menyalin tugas. Nah, jika memiliki waktu luang saja tidak mengerjakan sendiri, apalagi saat tidak memiliki waktu luang? Tentu budaya ini akan semakin mengakar kuat.
Pada awalnya, pulang sore diharapkan mampu meningkatkan mutu para siswa SMAN 1 Bojonegoro. Namun, jika kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, apakah harus terus dilanjutkan? Sementara wacana penghapusan sore terus bergulir, kita tunggu saja hasilnya.
Saya memiliki dua opsi untuk keefektifan jam sore. Hal ini saya dapat dari pengalaman saya sewaktu SD. Boleh saja sekolah pulang sore, tapi para guru harus tetap memperhatikan siswa dengan tidak terlalu memberikan banyak tugas. Dengan tidak berlomba-lomba member tugas. Yang kedua, jika ingin para siswa mengerjakan tugas dengan baik dan benar dan hasil jerih payah sendiri, berilah waktu yang sekiranya cukup bagi para siswa untuk mengerjakan tugas tersebut. Setidaknya para siswa masih memiliki me time untuk bersantai.

No comments:

Post a Comment