KEEFEKTIFAN
JAM PELAJARAN DI SMA NEGERI 1 BOJONEGORO
Oleh:
Salsabila Albarid (XI IPA 5/9463)
Sekolah merupakan tempat tumbuh
dan berkembang bagi setiap anak. Selain sebagai tempat tumbuh dan berkembang,
sekolah juga merupakan rumah bagi setiap siswanya. Rumah tempat belajar. Belajar
mengenai alam, seni, kehidupan sosial, lingkungan sekitar, dan sebagainya. Tak
terkecuali para siswa di SMA Negeri 1 Bojonegoro.
SMAN 1 Bojonegoro adalah salah
satu sekolah terpandang di Bojonegoro. Statusnya sebagai favorit selama
bertahun-tahun mampu membuat sekolah ini menjadi SMA impian bagi para lulusan
SMP di Bojonegoro – dan sekitarnya. Tentu saja, untuk dapat menyandang status
sebagai siswa SMAN 1 Bojonegoro para pendaftar harus melalui serangkaian tes
yang cukup ketat. Mungkin persaingan untuk masuk tidak seketat persaingan di
SMA Taruna dan sebagainya. Tapi tetap untuk ukuran kota kecil seperti
Bojonegoro, persaingan untuk masuk bisa dibilang cukup ketat. Apalagi jumlah
siswa yang diterima biasanya tidak sampai setengah dari jumlah pendaftar.
Berhasil menjadi siswa SMAN 1
Bojonegoro tidak lantas membuat persaingan berakhir. Justru pertarungan yang
sebenarnya baru saja dimulai.
Menjadi siswa SMAN 1 Bojonegoro,
mereka dituntut untuk mampu menguasai berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Sedikit
banyak memang benar bahwa siswa SMAN 1 Bojonegoro memiliki kepandaian yang
lebih dibanding siswa SMA lain di Bojonegoro. Mereka memiliki tanggung jawab yang lebih banyak
dibanding siswa SMA lain. Dengan jam belajar sampai sore hari – untuk hari
Senin hingga Rabu – ditambah lagi tugas yang menumpuk, para siswa benar-benar
harus mampu mengatur waktunya dengan baik. Di tengah-tengah kesibukan sekolah
dan tugas, para siswa masih dituntut untuk bisa berprestasi dalam berbagai
bidang lomba.
Namun, efektifkah sebenarnya jam
pelajaran hingga sore tersebut? Untuk hari Senin, bel masuk berbunyi pada pukul
6.45 dan bel pulang berbunyi pukul 16.15. Dengan dipotong istirahat, berarti
para siswa belajar sekitar 8 jam. 3 jam diantara adalah jam sore dimana
konsentrasi para siswa telah menurun. Sampai di rumah, siswa seharusnya bisa
bersantai kemudian belajar untuk mengulang pelajaran tadi atau belajar
pelajaran yang selanjutnya. Tapi pada prakteknya, kebanyakan siswa telah
kecapaian dan hanya ingin tidur setelah seharian memeras otak. Hal ini tentu
berefek tidak baik karena tugas-tugas yang menumpuk dikerjakan dengan system kebut.
Selain membuat hasil pekerjaan tidak maksimal, mengerjakan sesuatu dengan
terburu-buru juga akan menimbulkan efek negative.
Tidaklah sehat jika tubuh
diforsir terus menerus dan tidak memiliki waktu istirahat yang cukup. Tubuh yang
demikian tentu tidak baik untuk tubuh seorang siswa. Seorang siswa membutuhkan
kesehatan jasmani yang sesuai dengan aktivitas-aktivitasnya sebagai siswa.
Tentu tidak semua siswa memilih
memforsir tubuhnya. Beberapa bagian diantara mereka adalah siswa rajin yang
akan meluangkan waktu bermainnya untuk belajar dan mengerjakan tugas. Namun,
bagaimana dengan siswa yang tidak terlalu rajin atau tidak ingin mengurangi
waktu bermainnya?
Kebanyakan dari mereka memilih
jalan pintas. Disebut jalan pintas karena memang lebih mudah dan cepat. Seperti
apa? Seperti mengubah Pekerjaan Rumah menjadi Pekerjaan Sekolah. Hal ini telah
membudaya diantara kalangan para siswa. Mereka memilih mengerjakan PR di
sekolah bersama-sama dengan menyalin pekerjaan milik teman yang telah
dikerjakan di rumah. Mudah bukan? Mudah. Tapi lagi-lagi ini berefek negative.
Seorang guru memberikan Pekerjaan
Rumah agar para siswa menjadi lebih mahir dalam pekerjaan. Dengan mengerjakan
latihan-latihan soal, siswa akan semakin paham dengan pelajaran yang diberikan.
Tapi bagaimana jika tugas tersebut malah dikerjakan dengan cara menyalin yang
tidak memperhatikan isi? Hanya mementingkan buku tugasnya telah terisi.
Sebenarnya hal tersebut tidak
hanya terjadi akibat jam sore. Saat jam pulang sekolah tidak sore pun, para
siswa telah terbiasa untuk menyalin tugas. Nah, jika memiliki waktu luang saja
tidak mengerjakan sendiri, apalagi saat tidak memiliki waktu luang? Tentu budaya
ini akan semakin mengakar kuat.
Pada awalnya, pulang sore
diharapkan mampu meningkatkan mutu para siswa SMAN 1 Bojonegoro. Namun, jika
kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, apakah harus terus dilanjutkan? Sementara
wacana penghapusan sore terus bergulir, kita tunggu saja hasilnya.
Saya memiliki dua opsi untuk
keefektifan jam sore. Hal ini saya dapat dari pengalaman saya sewaktu SD. Boleh
saja sekolah pulang sore, tapi para guru harus tetap memperhatikan siswa dengan
tidak terlalu memberikan banyak tugas. Dengan tidak berlomba-lomba member tugas.
Yang kedua, jika ingin para siswa mengerjakan tugas dengan baik dan benar dan
hasil jerih payah sendiri, berilah waktu yang sekiranya cukup bagi para siswa
untuk mengerjakan tugas tersebut. Setidaknya para siswa masih memiliki me time untuk bersantai.
No comments:
Post a Comment