author : salsabilaa
cast : Ayumi Takashi, Sinichi Kendo, Kira Yamamoto, Sakura Mashiotara
genre : friendship, romance
rating : PG-13
mm-hmm, my first KB . ide cerita dari.. ehm, gini lho . saya dulu punya cowok -sekarang mah mantan . nah, si mantan saya ini suka sama bintang, sedangkan saya suka hujan . bintang sama hujan kan nggak bisa nyatu tuh, lucu aja kita jadian . trus, baca novel yang ceritanya mirip-mirip saya sama mantan . kalo nggak salah judulnya.. "not just a fairy tale" . lucu :) eh, tapi bukannya saya nyontek ide lhoo . HATE PLAGIAT [!]
oiyaaa, bukannya saya masih ngarep sama mantan . itu sudah berlaluuuuuuu :)
sudah sudah . sebelumnya, gomen kalo jelek, ini kan yang pertama :)
check it out !
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“ami-chan, apa yang sedang kau
lakukan?”
“aku sedang melihat hujan,
ichi-kun,”
“memangnya apa bagusnya
hujan?”
“kau tidak tahu? Coba lihat!
Betapa menakjubkannya hujan. Jutaan rintik air jatuh begitu saja secara
bersamaan. Lalu, bau hujan sangat.. sangat menenangkan,”
“bukankah kita baru berusia 6
tahun? Darimana kau mendapat kalimat seperti itu?”
“dari
buku..”
“mm-hmm. Tentu saja. Kau suka
membaca..”
“jadi?”
“apa? Aku tidak suka hujan,”
“kenapa?”
“karena hujan, bintang
menjadi tidak terlihat..”
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
10 tahun kemudian, di salah satu
ruangan SMA Sakuragi, Tokyo..
“Sinichi! Apa kau sudah dengar
berita bagus?”
“apa?” anak bernama Sinichi Kendo
itu terlihat tidak bersemangat.
“sekolah kita akan kedatangan
murid baru!”
“apa bagusnya, Yamamoto?”
“kau ini! Katanya, murid kali ini
seorang siswi cantik pindahan dari London!”
“mm-hmm..”
“dan katanya, siswi itu akan
masuk di kelas kita!”
“mm-hmm..”
“kau payah! Dari tadi hanya
mm-hmm, mm-hmm. Apa yang sebenarnya kau pikirkan? Ah! Aku tahu. Besok tanggal 1
November. Kau pasti memikirkan teman kecilmu itu bukan? Sudahlah, bukankah ini
sudah tahun ke-10? Lagipula kau bahkan tidak tahu nama lengkapnya. Di
sekelilingmu banyak gadis cantik. Kau tidak perlu memikirkan orang yang belum
tentu memikirkanmu. Lagipula, kau lumayan tampan, walau masih tampan aku. Kalau
kau mau, kau bisa berkencan dengan Mia Sanaka dari 2-1!”
“kau cerewet, Kira Yamamoto. Asal
kau tahu, semua pasti sepakat kalau aku jauh lebih tampan darimu. Pergi sana!”
Karena orang yang kau pikirkan
belum tentu memikirkanmu..
Mendengar ucapan Kira membuat Sinichi
sadar. Benar. Tidak seharusnya aku terus-terusan memikirkan hal tak penting di
masa kecilnya..
---
“Tadaima!”
“kau sudah pulang Ichi. Cepat
ganti baju. Ayo makan bersama ibu dan Chiro!”
“Baik, Bu,”
“Ayah kapan pulang?” tanya Chiro, adik
laki-laki Sinichi.
“Ayahmu akan pulang nanti malam.
Kau tahu sendiri, sudah menjadi tanggung jawab ayahmu untuk ikut serta seminar
tentang perabotan atau apalah itu,” Takashima Kendo, 45 tahun, ayah Sinichi,
adalah seorang arsitek yang terkenal di kalangan pertisius Jepang. Sedangkan
ibu Sinichi adalah Mizuki Kendo. Wanita berusia 40 tahun yang bekerja sebagai
penulis. Keluarga Kendo hidup berkecukupan di salah satu sudut kota Tokyo.
Selesai makan, Sinichi naik dan
mempelajari pelajaran yang baru saja di sekolah. Dia bukan murid yang rajin,
dia hanya belajar jika ingin-tentu
saja dia jarang ingin belajar-jika
ada PR, dan jika besok ulangan. Namun, nilai-nilai yang dia dapatkan cukup
untuk membuat peringkatnya berada di sekitar angka 1-5. Dengan peringkat yang
bagus, wajah tampan, tubuh yang atletis, membuat Sinichi cukup populer di
kalangan para siswi. Tapi, tak satupun dari para siswi yang catik itu dapat
membuatnya jatuh hati. Entah mengapa, hingga sekarang dia selalu terbayang anak
perempuan cantik teman masa kecilnya.
“ichi-kun,
kau mau mengajariku memanjat pohon?”
“untuk
apa? Kau ini anak perempuan,”
“aku tahu.
Tapi aku iri sekali melihatmu bisa memanjat pohon,”
“aku tidak
iri melihatmu pintar merangkai bunga,”
“untuk apa
kau iri? Kau anak laki-laki,”
“ha! Kau
tahu itu. Lagipula, bagaimana aku mengajarimu?”
“tunjukkan
saja bagaimana caramu meraih dahan, menjejakkan kaki, dan lainnya..”
“baiklah.
Begini caranya..”
--
Sinichi terbangun setelah
mendengar kokok keras ayam jantan yang berasal dari jam bekernya. Setelah
benar-benar bangun, dia mandi kemudian memakai seragam sekolahnya. Dia keluar
kamar sambil melirik jam bekernya. 6 am. Rupanya dia bangun terlalu pagi. Dia
biasa mulai sarapan pukul 6.15 kemudian pukul 6.30 pergi ke sekolah. Tak
apalah, daripada terlambat bangun.
---
“Ayumi Takashi! Wake up!
Apa kau ingin terlambat pada hari pertamamu?!”
“Hmmph.. akuh mengyantukh, Ibu..
Hoaaammmm..”
“Sudah jam 6! Bangun kubilang!”
30 menit kemudian, Ayumi Takashi
sudah siap untuk berangkat sekolah. Wajahnya yang cantik tampak manis dengan
seragam barunya. Setelah berpamitan pada kedua orangtuanya, dia melangkah
riang. Perlahan ia menarik napas dan menghembuskannya. Udara pagi kota Tokyo,
pikirnya. Sudah banyak yang berubah dari ibukota Jepang ini. Sudah berapa lama
aku meninggalkan kota ini? 5 tahun? 10 tahun? Ah, apakah dia masih ingat
denganku?
Ayumi terus melangkah sambil
melamunkan masa kecilnya di Tokyo. Tanpa sadar, dia menabrak seorang pejalan
kaki lain.
“I’m sorry, saya tidak
sengaja. Maafkan saya,” ucapnya dengan logat asing.
“tak apa. Sebaiknya kau
berhati-hati jika berjalan,” orang yang dijawabnya langsung menyahut sambil
berbalik menghadapnya.
“sekali lagi maafkan saya,” ucap
Ayumi sambil berojigi. Ketika berdiri lagi, dia melihat orang yang ditabraknya
sedang memperhatikannya.
“what’s up? Mm, ada yang
salah?” tanya Ayumi langsung.
“iie. Mm, apakah kau siswi
SMA Sakuragi?”
“Begitulah. Tapi aku pindahan.
Hari ini hari pertamaku,”
“Pantas saja aku tak pernah
melihatmu sebelumnya. Aku siswa SMA Sakuragi juga,” kata anak laki-laki
seumurannya sambil menunjuk badge di seragamnya.
“That’s good. Bagaimana
kalau kita berangkat bersama?” tanya Ayumi semangat mengetahui anak laki-laki
di hadapannya adalah siswa SMA Sakuragi.
“Benar. Ayo jalan. Kau tentu tak
ingin terlambat di hari pertamamu bukan?”
“Of course..”
“Hey, siapa namamu?”
“Ayumi Takashi. Kau?”
“Sinichi Kendo..”
--
“Minna-san, seperti yang
kalian ketahui, hari ini kelas 2-4 kita kedatangan murid baru. Dia pernah
tinggal di Jepang tapi beberapa tahun yang lalu pindah ke London. Silahkan
perkenalkan dirimu,” Sunabe-sense, guru bahasa Inggris sekaligus wali kelas 2-4
berdiri di depan kelas bersama seorang gadis cantik.
“Ohayou gozaimasu.
Hajimimasite. Watashi wa Ayumi Takashi-desu. Seperti yang dijelaskan Mr.
Sunabe, I’m from Japan. Tapi saya sekeluarga pindah ke London sepuluh tahun
yang lalu. Mohon maaf jika dalam berbicara, masih bercampur dengan bahasa
Inggris. Jadi, saya mohon bantuannya. Douzo yoroshiku onegaisimasu..”
Ayumi menyudahi perkenalan singkatnya dengan berojigi.
“Jadi begitu, minna-san. So,
please help her in our school. Takashi, kau bisa duduk di meja sebelah
jendela itu. Alright. Let’s start our subject..”
Ayumi duduk dan memperhatikan
sekelilingnya. Beberapa langkah dari bangkunya, Ayumi melihat Sinichi Kendo
sedang melihat ke arahnya. Dengan tersenyum, Ayumi melambaikan tangan.
--
“Jadi sebelum tinggal di London
kau tinggal di Tokyo?”
“Yeah. Aku lahir di Indonesia,
karena ibuku orang Indonesia. Lalu ketika berumur 4 tahun aku pindah ke Tokyo. Tapi
itu sudah lama sekali. Aku tidak ingat di daerah mana dulu aku tinggal,” Ayumi
dengan sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan teman-teman barunya. Mereka dengan
antusias berkenalan dengannya. Tentu saja, dengan embel-embel ‘dari London’
membuatnya jadi bahan pembicaraan di seluruh sekolah.
--
“Sakura, kau mau menunjukkan
jalan ke kantin padaku?” tanya Ayumi pada gadis yang duduk di bangku
sampingnya.
“Tentu saja. Kau terlihat lapar,”
“Mm. Padahal tadi pagi aku
sarapan banyak. Apa karena sepagian ini aku menjawab pertanyaan anak-anak?”
“Mungkin,”
Ayumi memperhatikan gadis yang
berjalan di sampingnya. Sakura Mashiotara. Manis dan berkacamata. Bertubuh
langsing, tapi tidak terlalu tinggi. Lebih tinggi Ayumi sekitar 10cm. Dia
terlihat baik, pikir Ayumi.
“Hah, pasti mereka lagi,” Sakura
bergumam.
“What’s up?” tanya Ayumi.
“bukan apa-apa. Hanya
segerombolan siswi tidak jelas,” jawaban Sakura membuat Ayumi menaikkan alis.
Tampak sekelompok siswi sedang berusaha menarik perhatian seorang siswa yang
sedang makan bersama temannya.
“Bukankah itu Sinichi?” Ayumi
menunjuk siswa yang sedang makan bersama temannya.
“Iya, Ayumi. Dia Kendo,”
“Kalau begitu, ayo makan
bersamanya,” Ayumi membeli makanan, dan berjalan menuju meja Sinchi.
“Hai, Sinichi! Hai, Yamamoto!
Bolehkah kami makan bersama kalian?”
“Tentu saja. Silahkan duduk,
Takashima, Mashiotara,” jawab Kira ramah sedangkan Sinichi hanya tersenyum dan
mengangguk.
Mereka berempat makan sambil
berbincang riang. Tampak jelas murid-murid lain penasaran dengan ‘anak dari
London’. Apalagi gerombolan siswi yang sebelum kedatangan Ayumi sedang menarik perhatian
Sinichi. Beberapa dari mereka terlihat jengkel.
“Siapa sih dia? Sok akrab dengan
Kendo..”
“Dia anak dari London itu.
Memangnya kenapa kalau dia dari London? Bukankah dia juga orang Jepang? Bahkan
katanya dia kelahiran Indonesia! Bukankah itu negara yang sering terjadi
bencana? Dengan sesuka hatinya dia duduk bersama Kendo!”
“Benar! Enak saja dia dengan
mudahnya menyerobot idola kita!”
“Ashuma, kau harus melakukan
sesuatu!”
“Tenang saja. Aku akan membuatnya tidak
bertindak seenaknya sendiri,” gadis manis bernama Rizuki Ashuma tersenyum licik
sambil melirik ke arah Ayumi.
--
“Mom, aku pulang!”
“Bagaimana hari pertamamu?”
“Fine. Mereka semua baik
dan menyenangkan,”
“Tentu saja. Kau pikir mereka
akan mengucilkanmu?”
“Bukan begitu, Mom..”
“Yeah. I know,”
“Where is dad?”
“Ayahmu sedang pergi ke proyek
barunya di daerah Nagoya. Bersama arsitek dari Tokyo,”
“Baiklah. Aku naik dulu, Mom,”
“Ya. Segera ganti baju lalu makan
siang,”
“Okay,”
Seusai makan siang, Ayumi ingin
berjalan-jalan di sekitar tempat tinggal barunya. Setelah meminta izin kepada
ibunya, dia mengeluarkan sepeda mini-nya dan mulai mengayuh di jalanan. Tak
jauh dari rumahnya, seseorang menyerukan namanya,
“Takashi!” Ayumi mengerem
sepedanya dan melihat Kira Yamamoto berlari ke arahnya.
“Hi, Kira!”
“Hi, Takashi. Apa kau
sedang berkeliling?”
“Begitulah. Kau?”
“Rumahku di sekitar sini. Tadi
aku hanya ingin mencari udara segar,”
“Bagaimana kalau kau menemaniku
mengelilingi kota Tokyo? Aku sudah lama tidak menjelajahi kota ini..”
“Ide yang bagus. Kalau begitu
biar aku yang memboncengkanmu,”
Akhirnya Ayumi duduk manis di
boncengan sepeda Kira. Mereka tidak berkeliling terlalu jauh, hanya di sekitar
kompleks perumahan mereka. Tiba-tiba, melintas Sinichi Kendo di bayangan Ayumi.
“Kira, apakah kau tahu rumah
Sinichi?”
“Tentu saja. Aku kan sahabatnya,”
“Dimana?”
“Tidak terlalu jauh dari kompleks
kita. Mungkin hanya sekitar 200 meter,”
“Bisakah kau mengantarku ke
sana?”
“Untuk apa?”
“Aku hanya ingin melihat. Cukup melintas
saja..”
“Hmm.. Baiklah,”
Tak lama, mereka memasuki jalanan
rumah Sinichi. Entah mengapa, pikiran Ayumi melayang ke 10 tahun yang lalu..
“ami-chan,
bagaimana kalau kita bermain petak umpet?”
“tidak mau,”
“kenapa?”
“Kau bilang
rumahmu di sekitar sini. Tentu kau sangat mengenal daerah sini. Sedangkan aku?”
“tapi
bukankah kau beberapa kali bermain di sini?”
“Tidak mau. Aku
tidak suka bermain petak umpet,”
“kenapa?”
“aku tidak
suka sendiri..”
“Takashi! Halooo..”
“Ah! What’s up, Kira?”
“Kau melamun?”
“Mm, hanya teringat sesuatu,”
“Mm-hmm.. liat itu! Rumah bercat putih itu adalah rumah
Sinichi,”
“Yang berpagar hitam itu?”
“Benar. Ayah Sinichi adalah arsitek. Maka jangan heran kalau
rumahnya bagus,”
“Rumahnya memang bagus. Terlihat asri dan nyaman,”
“Memang rumahnya sangat nyaman. Aku selalu betah bermain di
sana. Apakah kau ingin mampir?”
“Tidak perlu. Sebaiknya kita segera pulang jika tidak ingin
aku dimarahi ibuku,”
“Baiklah,” Kira mengayuh sepeda menjauhi kompleks rumah
Sinichi. Sepanjang perjalanan pulang, Ayumi terus-menerus memikirkan kenapa
kenangan masa lalunya muncul saat dia memasuki jalanan rumah Sinichi.
“Hey, Takashi. Dimana rumahmu?”
“Lurus saja. Nanti ada rumah putih pagar hitam di pojokan,
itulah rumahku,”
“Itu?”
“Benar.
Nah, kita sampai! Terima kasih telah menemaniku bersepeda. Arigatou gozaimasu,” ucap Ayumi sambil berojigi.
Nah, kita sampai! Terima kasih telah menemaniku bersepeda. Arigatou gozaimasu,” ucap Ayumi sambil berojigi.
“Iie. Kalau begitu aku pulang dulu. Daaah..”
“Bye,”
Ayumi segera masuk ke halaman rumahnya. Dia meletakkan
sepeda di garasi. Lalu melangkah ke halaman samping. Di sana ada sebuah pohon
jambu yang rindang. Dengan mudah, Ayumi memanjat pohon itu dan duduk di salah
satu dahannya.
--
“Ichi, sampai kapan kau duduk melamun di pohon seperti itu? Lebih baik kau membantu ibu menyiram
tanaman,”
“Memangnya sekarang jam berapa?”
“Sudah pukul 4pm. Ada apa?”
“Tak apa-apa,”
“Kalau begitu cepat bantu Ibu menyiram tanaman. Bukankah kau
tidak suka hujan? Maka kau harus bersyukur karena hujan tidak turun dengan
membantu Ibu menyiram tanaman,”
“Apa hubungannya, Ibu?”
“Sudah tidak usah cerewet. Cepat bantu ibu..”
--
-to be continue-
gimana-gimana ?
bagus ? jelek yaaaaaaaach ? :(
mm-hmm.. bagus ato nggak, saya lanjut nge-post part selanjutnya aja yaa
hehehehe *tidak tahu diri
No comments:
Post a Comment