author : salsabilaa
cast : Ayumi Takashi, Sinichi Kendo, Kira Yamamoto, Sakura Mashiotara
genre : friendship, romance
rating : PG-13
mm-hmm, my first KB . ide cerita dari.. ehm, gini lho . saya dulu punya
cowok -sekarang mah mantan . nah, si mantan saya ini suka sama bintang,
sedangkan saya suka hujan . bintang sama hujan kan nggak bisa nyatu tuh,
lucu aja kita jadian . trus, baca novel yang ceritanya mirip-mirip saya
sama mantan . kalo nggak salah judulnya.. "not just a fairy tale" .
lucu :) eh, tapi bukannya saya nyontek ide lhoo . HATE PLAGIAT [!]
oiyaaa, bukannya saya masih ngarep sama mantan . itu sudah berlaluuuuuuu :)
sudah sudah . sebelumnya, gomen kalo jelek, ini kan yang pertama :)
check it out !
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Akhir pekan yang aneh bagi
Sinichi Kendo. Entah bagaimana, ia bisa pergi jalan-jalan bersama Kira, Sakura,
dan Ayumi Takashi. Dia jarang sekali pergi bersama teman-temannya di akhir
pekan. Mungkin hanya sesekali bersama Kira dan teman cowok lainnya. Tapi, Sabtu
ini dia akan mengelilingi kota Tokyo bersama ketiga kawannya. Sebenarnya dia
malas, tapi melihat wajah Ayumi Takashi yang dengan semangat mengajaknya
membuat dia luluh dan membuat Kira tersenyum senang.
--
Hari ini akhir minggu pertama
yang dilaluikan Ayumi bersama teman-teman barunya. Dia, Sakura, Kira, dan
Sinichi berencana pergi berkeliling Tokyo dan bersenang-senang di taman bermain
ataupun pusat game center. Sekitar pukul 7 am, mereka siap dan berangkat
menaiki bus kota. 15 menit kemudian, mereka sampai di Shibuya, tempat nongkrong
yang digemari anak muda.
“Benarkah ini Shibuya?” tanya
Ayumi yang tampak cantik menggunakan jeans biru tua dan kaos orange bertuliskan
“I know I’m beautiful”. Karena ini musim semi, bunga-bunga tampak indah
bermekaran. Seperti Ayumi yang akhirnya bisa menikmati Tokyo di akhir pekan.
“Benar. Banyak berubah?” jawab
Sakura.
“Iya. Seingatku dulu tak seramai
ini. Lalu, fasilitas permainannya tidak sebanyak sekarang. Ayo mencoba!”
refleks Ayumi menarik tangan Sinichi yang ada di dekatnya lalu menariknya
sambil berlari dan menuju ke permainan terdekat. Arena sepatu roda.
“Memangnya kau bisa?”
“Tidak terlalu. Aku pernah
belajar sedikit ketika di London. Kau?”
“Aku? Aku pengguna sepatu roda
terhebat yang pernah kau temui!”
“Jangan bercanda! Sebaiknya kita
cepat mengantri,” mereka mengatri diikuti Sakura dan Kira yang menyusul.
Setelah mengantri sekitar 10 menit, mereka mendapat giliran bermain. Sakura
seperti lebih baik mengerjakan 100 soal matematika dibanding meluncur seperti
ini. Setelah sekali mencoba dan jatuh, dia memutuskan duduk di pinggir untuk
menonton. Sedangkan Kira, walau tak sejago Sinichi, setidaknya dia mampu
menguasai tubuhnya dan meluncur ke depan-belakang. Sementara itu, Sinichi
membuktikan kebolehannya bermain sepatu roda kepada Ayumi.
“Mm-hmm.. baiklah. Kau jago. Tapi
tidak yang paling jago. Aku pernah melihat orang yang lebih jago dari pada
dirimu di London,”
“Ya ya ya. Lalu, bagaimana
denganmu? Coba lihat,”
“Look at me,” Ayumi meluncur
turun. Dia mencoba mempraktekkan ilmunya dulu. Awalnya dia meluncur dengan
lancar, tapi tiba-tiba kaki kanannya salah arah sehingga dia terjengkang ke
depan-nyaris saja dia jatuh- untungnya Sinichi dengan
sigap meluncur dan berdiri di hadapannya sehingga dia jatuh menabrak Sinichi
namun terlihat seperti sedang memeluk Sinichi >,<
“Haah~ Apakah aku tidak apa-apa?”
Ayumi bergumam sambil menimpakan berat tubuhnya pada Sinichi.
“Hey, kau berat,” suara
Sinichi menyadarkannya. Dia segera mengangkat muka dan menyadari dia menempel
pada Sinichi dan wajahnya berada dekat sekali dengan wajah Sinichi. Sinichi
menunduk dan menatap Ayumi.
“Ichi-kun!
Aku tidak bisa turun,”
“Nah, sudah
kubilang kan?! Kau tidak perlu sombong. Cepat turun atau Pak Ukima segera
datang!”
“Bagaimana
ini? Aku takut!”
“Cepat
melompat, aku akan menangkapmu!”
“Memangnya
kau kuat? Aku ini berat!”
“Aku tahu!
Sudah cepat loncat! Aku akan berusaha!”
Ami kecil
melompat dan jatuh tepat di tubuh Ichi. Karena tidak kuat menopang tubuh Ami,
mereka berdua akhirnya terjatuh dengan posisi Ami di atas Ichi.
“Ichi-kun,
kau tidak apa?”
“Tidak. Aku
kan laki-laki. Kau?”
“Tidak apa.
Karena ada kau, aku selamat. Terima kasih,”
“Ya. Aku
menyelamatkanmu. Lain kali kau harus mendengarkan ucapanku,”
Sinichi segera tersadar dari lamunan
masa lalu dan segera bertanya pada gadis di pelukannya.
“Kau tidak apa-apa?”
“Tidak apa. Karena ada kau, aku
selamat. Terima kasih,” Ayumi mengucapkan kalimat yang dia ucapkan di masa lalu
yang tiba-tiba hadir di benaknya.
“Ya. Aku menyelamatkanmu. Lain
kali kau harus berhati-hati,” Sinichi menguraikan pelukan mereka. Dan meluncur
menjauh.
“Ichi-kun..,” ucap Ayumi berkata
lirih tanpa menyadari apa yang diucapkannya.
“Siapa?” tanya Sakura mendekat.
“Nothing,”
“Kau tak apa?”
“Tak apa. Bagaimana kalau kita
mencoba permainan lain?”
“Tentu saja! Aku benci sepatu
roda. Ayo cepat!”
--
“Sinichi? Kau tak apa?” Kira
menghampiri Sinichi yang duduk di dekat pintu keluar arena sepatu roda.
“Memangnya aku kenapa?”
“Kau terlihat pucat,”
“Benarkah? Mungkin hanya
kelelahan,”
“Mungkin. Bagaimana kalau kita
masuk game center?”
“Aku tidak ingin bermain,”
“Kau ini. Hari ini akhir pekan!
Kau harusnya bersenang-senang. Ngomong-ngomong, dimana Takashi dan Mashiotara?”
“Aku tidak tahu,”
“Mm..,”
“Ada apa?”
“Kurasa aku menyukai Takashi,” Sinichi
segera menoleh ke arah sahabatnya.
“Kau..?”
“Aku menyukai Takashi,” Kira
Yamamoto berkata tegas dan sesuatu yang keras seperti menghantam dada Sinichi.
--
“Rizuki! Lihat itu! Bukankah itu
si anak London?” kata seorang gadis kepada kedua teman di sampingnya.
“Benar. Cih, lihat kaosnya! I
know I’m beautiful!! Benar-benar harus diberi pelajaran!”
“Sekarang?” tanya gadis satunya.
“Tentu saja! Ayo, Chika! Mayumi,
kau ikut tidak?!”
“Mm, aku..”
“Dasar penakut!”
“Baiklah, aku ikut,”
--
“Sakura, aku ingin ke toilet. Kau
tunggu di sini sebentar ya..,” kata Ayumi sambil menitipkan tas mungilnya ke
Sakura.
“Baik. Aku akan pergi ke toko itu
untuk beli minuman sambil menunggumu,” balas Sakura sambil berjalan menyusuri
jalan penuh pohon yang berjajar rindang di depan toilet. Ayumi pun masuk ke
dalam toilet tanpa mengetahui bahwa ada tiga pasang mata yang memperhatikannya.
--
“Kira, dimana toilet?” tanya
Sinichi sambil memperhatikan sekelilingnya.
“Kenapa? Kau kebelet?”
“Iya. Dimana?”
“Mm, sepertinya kau hanya perlu
berjalan lurus, lalu ketika ada pohon-pohon berjajar, di sekitar situ ada toilet wanita, toilet pria berada di samping
tapi agak jauh dari toilet tersebut,”
“Baiklah. Tunggu aku sebentar,”
“Sambil menunggumu aku akan
membeli soda,”
--
Ayumi masuk ke salah satu bilik
tanpa firasat apapun. Setelah selesai, dia membuka pintu toilet tersebut. Tapi,
sekuat tenaga dia berusaha, pintu toilet itu tetap tertutup.
“Toloong!” Ayumi mulai berteriak.
Tiba-tiba, guyuran air yang berasal dari atas membasahi tubuh Ayumi. Ayumi
segera mendongak. Tampak sebuah selang mengeluarkan air banyak sekali.
“Hei!! Siapa di luar?! Hentikan
itu!” Ayumi berteriak kembali.
“Ayumi Takashi!” terdengar
lengkingan suara seorang gadis yang membuat Ayumi berhenti berteriak.
“Aku hanya mengatakan ini sekali.
Jangan dekat-dekat dengan Sinichi Kendo! Dia milikku! Memangnya kau siapa?!
Dengan mudah merebutnya!! Tidak akan kubiarkan! Jika kau masih mendekatinya,
kau akan mendapat perlakuan lebih buruk dari ini!!” suara gadis itu berhenti
lalu terdengar langkah kaki menjauh.
Hening. Ayumi Takashi hanya bisa
tercengang di dalam bilik kecil. Gadis tadi pastilah salah satu pengagum
Sinichi Kendo, pikirnya. Ah! Itu tidak penting! Yang penting bagaimana dia
keluar dari sini?! Dia terkunci sendiri dan basah kuyup. Dia segera berteriak
minta tolong,
“Toloooooong!! Help me! Siapapun
di luar, tolong aku!” hampir 10 menit Ayumi berteriak-teriak sekuat tenaga.
Tapi tak terdengar sesuatu pun dari luar. Suaranya mulai habis, dia lelah dan
kedinginan. Akhirnya dia duduk di sudut bilik dan memeluk lututnya. Dia takut.
Dia tak pernah suka sendirian. Tiba-tiba kelebatan masa kecilnya muncul..
“ichi-kun,
aku takut,” ami kecil berkata lirih.
“ichi-kun,
dimana kau? Kau bilang hanya pergi sebentar,” dia mulai menangis.
“ICHI-KUN!
Kau dimana?!” dia berteriak frustasi.
“ami-chan!
Dimana kau?!” ami mendengar suara ichi di kejauhan.
“aku di
sini! Cepat kemari!” ami berteriak dengan sisa kekuatannya.
“Ami-chan,
kau tidak apa-apa?” tanya ichi khawatir.
“Aku takut!!”
ami menghambur ke pelukan ichi sambil menangis keras.
“ICHI-KUN!!” Ayumi berteriak
sekuat tenaga. “SINICHI!!”
--
“SINICHI!!” Sinichi baru keluar
dari toilet ketika mendengar sayup-sayup teriakan yang memanggil namanya. Dia
segera mencari asal suara tersebut.
“TOLOONG!!” Sinichi mendengar
suara itu lagi. Dari toilet wanita, pikir Sinichi. Tak berpikir dua kali, dia
segera masuk ke tempat asal suara tersebut.
“Siapa di dalam?” tanya Sinichi
hati-hati sambil memperhatikan sekelilingnya. Tampak di hadapannya, sebuah
pintu bilik yang tertutup.
“Aku di sini! Tolong aku!” suara
seorang gadis terdengar dari bilik tersebut. Sinichi segera berusaha membuka
pintu tersebut. Terkunci, pikirnya.
“Kau yang di dalam, mundurlah.
Berada sejauh mungkin dari pintu. Aku akan mendobraknya,” kata Sinichi pada
gadis di dalam. Gadis itu mengerti dan Sinichi mulai bersiap mendobrak.
BRAKK !!
Pintu bilik terbuka dengan suara
mengerikan. Sinichi, yang sudah berada di dalam bilik segera mengetahui gadis
yang ditolongnya.
“Ayumi, kau tak apa?”
“Sinichi, aku takut!” ucap Ayumi
sambil menghambur ke arah Sinichi.
“Tak apa, Ayumi. Ada aku di
sini,” ucap Sinichi menenangkan Ayumi. Diusap-usap kepala gadis yang tengah
tersedu di dadanya.
Sekitar lima menit kemudian,
tangis Ayumi mereda. Dia melepaskan pelukan Sinichi dan menunduk sambil
mengucapkan terima kasih.
“Arigatou gozaimasu..”
“Iie. Sebaiknya kita
keluar dulu,” jawab Sinichi.
“Bagaimana bisa?” Sinichi
bertanya pada Ayumi setelah mereka keluar dari toilet. Mereka duduk di bangku di
bawah pepohonan.
“I don’t know. Aku masuk,
lalu ketika akan keluar pintunya terkunci,” jawab Ayumi pelan sambil
melingkarkan tangannya ke tubuhnya. Pakaian yang basah membuatnya kedinginan.
“Kenapa bajumu?”
Ayumi terdiam. Dia tidak ingin
menceritakan yang sebenarnya pada Sinichi. “Tidak apa. Hanya tidak sengaja
tersiram tadi,”
“Really?”
“Hai. Dimana Kira?” Ayumi
mengalihkan pembicaraan sambil menggosok-gosokkan tangannya. Tubuhnya terasa
sangat dingin.
“Entahlah. Kau kedinginan?”
“Mm..”
“Pakai ini,” kata Sinichi pelan
sambil mengangsurkan jaket miliknya.
“Tak perlu. Nanti kau yang
kedinginan. Sepertinya akan turun hujan,” jawab Ayumi sambil menatap langit.
“Hey, bagaimanapun aku ini
laki-laki, lebih kuat darimu. Cepat pakai!” ucap Sinichi sambil memakaikan
jaketnya pada tubuh kurus Ayumi.
“Hmm, thanks. Bagaimana
kalau kita pulang. Ah! Kira dan Sakura! Kemana mereka?”
--
“Mashiotara? Sedang apa kau
dibalik pohon seperti ini?” suara Kira Yamamoto mengagetkan Sakura yang sedang mengintip
memperhatikan sepasang manusia tak jauh dari tempatnya berdiri.
“Ara, Kira-san. Tidak sedang
apa-apa. Kau?”
“Aku? Aku dari toko itu membeli
minuman. Ngomong-ngomong, kau melihat Sinichi?”
“Sinichi? Mm.. sepertinya itu
dia,” jawab Sakura pelan sambil menunjuk sepasang manusia yang tadi dia
perhatikan.
“Bersama Ayumi?”
“Begitulah..”
“Mm,”
“Kira-san, bagaimana kalau kita
pergi? Kurasa mereka berdua sedang tak ingin diganggu,”
“Benarkah? Ee, baiklah. Ayo..”
Kira Yamamoto menggandeng Sakura Mashiotara sambil beranjak pergi.
--
“Ayumi, kurasa sebaiknya kita
pulang,” Sinichi berkata lembut pada gadis di sampingnya.
“Tanpa Sakura dan Kira?”
“Aku sudah menghubungi mereka.
Tak ada satupun yang menjawab,” jawab Sinichi sambil mengecek iPhone di
genggamannya.
“Baiklah,”
--
“Sakura-san..”
“Apa?”
“Tidak,”
“Ada apa, Yamamoto?”
“Apakah.. Takashi pernah
mengatakan sesuatu tentangku?”
“Maksudmu?” Sakura Mashiotara
menoleh dengan cepat pada laki-laki yang tengah berjalan di sampingnya.
“Mm, aku rasa, aku menyukainya.
Apakah, menurutmu dia juga menyukaiku?” tanya Kira Yamamoto sambil menatap
lurus ke depan.
“Tidak..” jawab Sakura lirih pada
dirinya sendiri.
“Apa?” tanya Kira.
“Bukan apa-apa. Mm, kurasa..”
“Kau rasa?”
“Kurasa.. aku menyukaimu,” jawab
Sakura dengan nada melamun.
“Kau?”
“Ara! Apa yang baru saja ku
katakan?!” Sakura menutup mulut dengan kedua tangannya.
“…..”
“Kira-san, tak usah kau anggap
kata-kataku tadi. Sebaiknya aku pulang. Daah..”
Kira Yamamoto hanya terdiam
menatap temannya menjauh pergi.
--
“Ini rumahmu?” pandangan Sinichi
mengarah ke rumah asri di depannya.
“Benar. Bagaimana kalau kau”-belum selesai Ayumi
berkata, terdengar suara ibunya dari dalam rumah.
“Ayumi! Kau sudah pulang? Nah,
siapa ini? Teman barumu?” rentetan pertanyaan langsung terdengar setelah Nyonya
Takashi sampai di samping putrinya.
“Konnichiwa. Saya teman Ayumi.
Sinichi Kendo-desu,” ucap Sinichi sambil berojigi.
“Begitu rupanya. Kau telah
mengantar Ayumi pulang, mari mampir ke rumah kami,” ajak Nyonya Takashi riang.
Nampaknya sifat riang Ayumi diwarisi dari ibunya, pikir Sinichi.
“Tapi..”
“Sudahlah, ayo masuk,” Sinichi
hanya bisa pasrah ditarik oleh Nyonya Takashi. Sementara Ayumi hanya tersenyum
kecil melihat Sinichi terlihat pasrah di genggaman ibunya. [?]
--
“Terima kasih banyak, bibi. Saya
pulang dulu,” kata Sinichi sopan sambil berojigi.
“Baiklah. Sampaikan salam untuk kedua
orangtuamu,”
“Ayumi, aku pulang dulu. Bye,”
“Daah..”
--
Ayumi.. ami..
Ayumi.. ami..
Ayumi.. ami..
Nama yang sangat mirip, pikir Sinichi gelisah.
Sejak kedatangan Ayumi Takashi,
hidupnya terasa lebih berwarna. Dan tentu saja, gadis manis itu selalu
mengingatkannya pada masa kecilnya.
Sinichi masih ingat hari itu,
pertama kali dia mengenal ami-chan. Saat itu dia tengah berjalan menuju
rumahnya. Tak sengaja matanya menangkap sesosok kecil yang tengah menangis di
pinggir jembatan menuju rumahnya. Segera dihampiri gadis itu.
“kau kenapa?”
“aku
tersesat..”
“dimana
rumahmu?”
“aku tak tau.
Sudah kubilang aku tersesat!” Sinichi kecil menaikkan sebelah alisnya. Gadis
ini, sedang kesusahan tetap galak.
“iya iya.. maksudku,
rumahmu daerah mana?”
“entahlah. Aku
baru saja pindah. Huuu.. huuu..”
“hey, jangan
menangis,”
“lalu aku harus
bagaimana?!” gadis kecil itu membentak ichi.
“mm, bagaimana
kalau kau ikut ke rumahku?”
“untuk apa? Aku
tidak kenal denganmu,” balas anak itu galak.
“mm, kalau
bagitu mari berkenalan. Watashi wa Ichi-desu,”
“mm? aku ami.
Ibuku biasa memanggilku ami-chan,”-
“bolehkah aku
memanggilmu ami-chan? Kau boleh memanggilku ichi-kun,” anak itu menatap Sinichi
heran.
Belum sempat
Ami menjawab, perempuan berumur 30an mendekat.
“ami-chan! Kau
di sini rupanya! Ibu sangat khawatir,” ucap perempuan itu sambil memeluk ami.
“ibuuu!! Ami
takut sekali..”
--
“ibuuu!! Ami
takut sekali..” Ayumi Takashi mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan
Ichi-kun.
“tak apa. Ada
ibu di sini. Nah, siapa anak laki-laki imut ini?” ibu mengalihkan pandangannya
kepada ichi.
“aku teman baru
ami. Watashi no namae wa Ichi-desu,” ichi memperkenalkan diri
dengan sopan.
“begitu
rupanya. Baiklah, Ichi, kami pergi dulu. Cepat pulang! Kau tidak tersesat kan?”
ibu berkata sambil menggandeng tangan ami.
“tidak. Aku
pulang dulu, ami-chan. Kapan-kapan kita bermain sama-sama ya?” Ichi kecil
melangkah perlahan.
Sejak saat itu, Ayumi kecil
selalu pergi ke kompleks perumahan tempat dia tersesat dan bermain bersama
Ichi. Begitu terus selama 2 tahun. Hingga suatu hari, ayah Ayumi yang seorang
arsitek dipindah tugaskan keluar negeri. London tepatnya. Tanpa sempat
berpamitan pada teman akrabnya, Ayumi pergi. Sejak saat itulah, dia tak pernah
lagi mengetahui kabar Ichi.
Tumbuh di London, dia baru
menyadari betapa bodohnya ia tak pernah menanyakan nama lengkap Ichi. Dia hanya
tahu, sahabatnya itu senang dipanggil Ichi-kun. Sebenarnya Ayumi pernah
beberapa kali berkunjung ke rumah Ichi, tapi ia memanggil ibu Ichi dengan ibu
Ichi. Dia juga tidak ingat apa nama keluarga Ichi.
Mungkinkah ia Sinichi Kendo?
Ayumi tahu ia tidak boleh terlalu
berharap. Apalagi berharap Ichi masih mengingatnya, mengenalnya. Ia tahu, ia
ingat, dulu ia yang telah pergi begitu saja. Jika seandainya Sinichi atau
siapapun itu telah melupakannya, apa lagi yang bisa ia lakukan?
Tentu saja, jauh di lubuk hatinya
dia mengakui bahwa dia telah jatuh cinta pada Sinichi Kendo. Terlepas dia
Ichi-kun atau bukan, Ayumi selalu merasa bahagia setiap berada di dekat
Sinichi. Laki-laki itu seperti memberi energi positif terhadapnya. Walaupun
baru satu minggu ini dia mengenalnya, tapi Ayumi merasa telah lama mengenal
Sinichi. Dan kenyataan inilah yang membuatnya berharap bahwa Sinichi Kendo
adalah Ichi-kun-nya..
-to be continue-
part 2 nih . gimana ??
gomenasai banget kalo nggak dapet feel-nyaaaa :(
No comments:
Post a Comment