Saturday, 17 December 2011

there is a star, when the rain is falling [part II]

author : salsabilaa
cast : Ayumi Takashi, Sinichi Kendo, Kira Yamamoto, Sakura Mashiotara
genre : friendship, romance
rating : PG-13

mm-hmm, my first KB . ide cerita dari.. ehm, gini lho . saya dulu punya cowok -sekarang mah mantan . nah, si mantan saya ini suka sama bintang, sedangkan saya suka hujan . bintang sama hujan kan nggak bisa nyatu tuh, lucu aja kita jadian . trus, baca novel yang ceritanya mirip-mirip saya sama mantan . kalo nggak salah judulnya.. "not just a fairy tale" . lucu :) eh, tapi bukannya saya nyontek ide lhoo . HATE PLAGIAT [!]
oiyaaa, bukannya saya masih ngarep sama mantan . itu sudah berlaluuuuuuu :)
sudah sudah . sebelumnya, gomen kalo jelek, ini kan yang pertama :)
check it out !







------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Akhir pekan yang aneh bagi Sinichi Kendo. Entah bagaimana, ia bisa pergi jalan-jalan bersama Kira, Sakura, dan Ayumi Takashi. Dia jarang sekali pergi bersama teman-temannya di akhir pekan. Mungkin hanya sesekali bersama Kira dan teman cowok lainnya. Tapi, Sabtu ini dia akan mengelilingi kota Tokyo bersama ketiga kawannya. Sebenarnya dia malas, tapi melihat wajah Ayumi Takashi yang dengan semangat mengajaknya membuat dia luluh dan membuat Kira tersenyum senang.
--
Hari ini akhir minggu pertama yang dilaluikan Ayumi bersama teman-teman barunya. Dia, Sakura, Kira, dan Sinichi berencana pergi berkeliling Tokyo dan bersenang-senang di taman bermain ataupun pusat game center. Sekitar pukul 7 am, mereka siap dan berangkat menaiki bus kota. 15 menit kemudian, mereka sampai di Shibuya, tempat nongkrong yang digemari anak muda.
“Benarkah ini Shibuya?” tanya Ayumi yang tampak cantik menggunakan jeans biru tua dan kaos orange bertuliskan “I know I’m beautiful”. Karena ini musim semi, bunga-bunga tampak indah bermekaran. Seperti Ayumi yang akhirnya bisa menikmati Tokyo di akhir pekan.
“Benar. Banyak berubah?” jawab Sakura.
“Iya. Seingatku dulu tak seramai ini. Lalu, fasilitas permainannya tidak sebanyak sekarang. Ayo mencoba!” refleks Ayumi menarik tangan Sinichi yang ada di dekatnya lalu menariknya sambil berlari dan menuju ke permainan terdekat. Arena sepatu roda.
“Memangnya kau bisa?”
“Tidak terlalu. Aku pernah belajar sedikit ketika di London. Kau?”
“Aku? Aku pengguna sepatu roda terhebat yang pernah kau temui!”
“Jangan bercanda! Sebaiknya kita cepat mengantri,” mereka mengatri diikuti Sakura dan Kira yang menyusul. Setelah mengantri sekitar 10 menit, mereka mendapat giliran bermain. Sakura seperti lebih baik mengerjakan 100 soal matematika dibanding meluncur seperti ini. Setelah sekali mencoba dan jatuh, dia memutuskan duduk di pinggir untuk menonton. Sedangkan Kira, walau tak sejago Sinichi, setidaknya dia mampu menguasai tubuhnya dan meluncur ke depan-belakang. Sementara itu, Sinichi membuktikan kebolehannya bermain sepatu roda kepada Ayumi.
“Mm-hmm.. baiklah. Kau jago. Tapi tidak yang paling jago. Aku pernah melihat orang yang lebih jago dari pada dirimu di London,”
“Ya ya ya. Lalu, bagaimana denganmu? Coba lihat,”
“Look at me,” Ayumi meluncur turun. Dia mencoba mempraktekkan ilmunya dulu. Awalnya dia meluncur dengan lancar, tapi tiba-tiba kaki kanannya salah arah sehingga dia terjengkang ke depan-nyaris saja dia jatuh- untungnya Sinichi dengan sigap meluncur dan berdiri di hadapannya sehingga dia jatuh menabrak Sinichi namun terlihat seperti sedang memeluk Sinichi >,<
“Haah~ Apakah aku tidak apa-apa?” Ayumi bergumam sambil menimpakan berat tubuhnya pada Sinichi.
Hey, kau berat,” suara Sinichi menyadarkannya. Dia segera mengangkat muka dan menyadari dia menempel pada Sinichi dan wajahnya berada dekat sekali dengan wajah Sinichi. Sinichi menunduk dan menatap Ayumi.
“Ichi-kun! Aku tidak bisa turun,”
“Nah, sudah kubilang kan?! Kau tidak perlu sombong. Cepat turun atau Pak Ukima segera datang!”
“Bagaimana ini? Aku takut!”
“Cepat melompat, aku akan menangkapmu!”
“Memangnya kau kuat? Aku ini berat!”
“Aku tahu! Sudah cepat loncat! Aku akan berusaha!”
Ami kecil melompat dan jatuh tepat di tubuh Ichi. Karena tidak kuat menopang tubuh Ami, mereka berdua akhirnya terjatuh dengan posisi Ami di atas Ichi.
“Ichi-kun, kau tidak apa?”
“Tidak. Aku kan laki-laki. Kau?”
“Tidak apa. Karena ada kau, aku selamat. Terima kasih,”
“Ya. Aku menyelamatkanmu. Lain kali kau harus mendengarkan ucapanku,”

Sinichi segera tersadar dari lamunan masa lalu dan segera bertanya pada gadis di pelukannya.
“Kau tidak apa-apa?”
“Tidak apa. Karena ada kau, aku selamat. Terima kasih,” Ayumi mengucapkan kalimat yang dia ucapkan di masa lalu yang tiba-tiba hadir di benaknya.
“Ya. Aku menyelamatkanmu. Lain kali kau harus berhati-hati,” Sinichi menguraikan pelukan mereka. Dan meluncur menjauh.
“Ichi-kun..,” ucap Ayumi berkata lirih tanpa menyadari apa yang diucapkannya.
“Siapa?” tanya Sakura mendekat.
Nothing,”
“Kau tak apa?”
“Tak apa. Bagaimana kalau kita mencoba permainan lain?”
“Tentu saja! Aku benci sepatu roda. Ayo cepat!”
--
“Sinichi? Kau tak apa?” Kira menghampiri Sinichi yang duduk di dekat pintu keluar arena sepatu roda.
“Memangnya aku kenapa?”
“Kau terlihat pucat,”
“Benarkah? Mungkin hanya kelelahan,”
“Mungkin. Bagaimana kalau kita masuk game center?”
“Aku tidak ingin bermain,”
“Kau ini. Hari ini akhir pekan! Kau harusnya bersenang-senang. Ngomong-ngomong, dimana Takashi dan Mashiotara?”
“Aku tidak tahu,”
“Mm..,”
“Ada apa?”
“Kurasa aku menyukai Takashi,” Sinichi segera menoleh ke arah sahabatnya.
“Kau..?”
“Aku menyukai Takashi,” Kira Yamamoto berkata tegas dan sesuatu yang keras seperti menghantam dada Sinichi.
--
“Rizuki! Lihat itu! Bukankah itu si anak London?” kata seorang gadis kepada kedua teman di sampingnya.
“Benar. Cih, lihat kaosnya! I know I’m beautiful!! Benar-benar harus diberi pelajaran!”
“Sekarang?” tanya gadis satunya.
“Tentu saja! Ayo, Chika! Mayumi, kau ikut tidak?!”
“Mm, aku..”
“Dasar penakut!”
“Baiklah, aku ikut,”
--
“Sakura, aku ingin ke toilet. Kau tunggu di sini sebentar ya..,” kata Ayumi sambil menitipkan tas mungilnya ke Sakura.
“Baik. Aku akan pergi ke toko itu untuk beli minuman sambil menunggumu,” balas Sakura sambil berjalan menyusuri jalan penuh pohon yang berjajar rindang di depan toilet. Ayumi pun masuk ke dalam toilet tanpa mengetahui bahwa ada tiga pasang mata yang memperhatikannya.
--
“Kira, dimana toilet?” tanya Sinichi sambil memperhatikan sekelilingnya.
“Kenapa? Kau kebelet?”
“Iya. Dimana?”
“Mm, sepertinya kau hanya perlu berjalan lurus, lalu ketika ada pohon-pohon berjajar, di sekitar situ ada  toilet wanita, toilet pria berada di samping tapi agak jauh dari toilet tersebut,”
“Baiklah. Tunggu aku sebentar,”
“Sambil menunggumu aku akan membeli soda,”
--
Ayumi masuk ke salah satu bilik tanpa firasat apapun. Setelah selesai, dia membuka pintu toilet tersebut. Tapi, sekuat tenaga dia berusaha, pintu toilet itu tetap tertutup.
“Toloong!” Ayumi mulai berteriak. Tiba-tiba, guyuran air yang berasal dari atas membasahi tubuh Ayumi. Ayumi segera mendongak. Tampak sebuah selang mengeluarkan air banyak sekali.
“Hei!! Siapa di luar?! Hentikan itu!” Ayumi berteriak kembali.
“Ayumi Takashi!” terdengar lengkingan suara seorang gadis yang membuat Ayumi berhenti berteriak.
“Aku hanya mengatakan ini sekali. Jangan dekat-dekat dengan Sinichi Kendo! Dia milikku! Memangnya kau siapa?! Dengan mudah merebutnya!! Tidak akan kubiarkan! Jika kau masih mendekatinya, kau akan mendapat perlakuan lebih buruk dari ini!!” suara gadis itu berhenti lalu terdengar langkah kaki menjauh.
Hening. Ayumi Takashi hanya bisa tercengang di dalam bilik kecil. Gadis tadi pastilah salah satu pengagum Sinichi Kendo, pikirnya. Ah! Itu tidak penting! Yang penting bagaimana dia keluar dari sini?! Dia terkunci sendiri dan basah kuyup. Dia segera berteriak minta tolong,
“Toloooooong!! Help me! Siapapun di luar, tolong aku!” hampir 10 menit Ayumi berteriak-teriak sekuat tenaga. Tapi tak terdengar sesuatu pun dari luar. Suaranya mulai habis, dia lelah dan kedinginan. Akhirnya dia duduk di sudut bilik dan memeluk lututnya. Dia takut. Dia tak pernah suka sendirian. Tiba-tiba kelebatan masa kecilnya muncul..
“ichi-kun, aku takut,” ami kecil berkata lirih.
“ichi-kun, dimana kau? Kau bilang hanya pergi sebentar,” dia mulai menangis.
“ICHI-KUN! Kau dimana?!” dia berteriak frustasi.
“ami-chan! Dimana kau?!” ami mendengar suara ichi di kejauhan.
“aku di sini! Cepat kemari!” ami berteriak dengan sisa kekuatannya.
“Ami-chan, kau tidak apa-apa?” tanya ichi khawatir.
“Aku takut!!” ami menghambur ke pelukan ichi sambil menangis keras.

“ICHI-KUN!!” Ayumi berteriak sekuat tenaga. “SINICHI!!”
--
“SINICHI!!” Sinichi baru keluar dari toilet ketika mendengar sayup-sayup teriakan yang memanggil namanya. Dia segera mencari asal suara tersebut.
“TOLOONG!!” Sinichi mendengar suara itu lagi. Dari toilet wanita, pikir Sinichi. Tak berpikir dua kali, dia segera masuk ke tempat asal suara tersebut.
“Siapa di dalam?” tanya Sinichi hati-hati sambil memperhatikan sekelilingnya. Tampak di hadapannya, sebuah pintu bilik yang tertutup.
“Aku di sini! Tolong aku!” suara seorang gadis terdengar dari bilik tersebut. Sinichi segera berusaha membuka pintu tersebut. Terkunci, pikirnya.
“Kau yang di dalam, mundurlah. Berada sejauh mungkin dari pintu. Aku akan mendobraknya,” kata Sinichi pada gadis di dalam. Gadis itu mengerti dan Sinichi mulai bersiap mendobrak.
BRAKK !!
Pintu bilik terbuka dengan suara mengerikan. Sinichi, yang sudah berada di dalam bilik segera mengetahui gadis yang ditolongnya.
“Ayumi, kau tak apa?”
“Sinichi, aku takut!” ucap Ayumi sambil menghambur ke arah Sinichi.
“Tak apa, Ayumi. Ada aku di sini,” ucap Sinichi menenangkan Ayumi. Diusap-usap kepala gadis yang tengah tersedu di dadanya.
Sekitar lima menit kemudian, tangis Ayumi mereda. Dia melepaskan pelukan Sinichi dan menunduk sambil mengucapkan terima kasih.
Arigatou gozaimasu..”
Iie. Sebaiknya kita keluar dulu,” jawab Sinichi.
“Bagaimana bisa?” Sinichi bertanya pada Ayumi setelah mereka keluar dari toilet. Mereka duduk di bangku di bawah pepohonan.
I don’t know. Aku masuk, lalu ketika akan keluar pintunya terkunci,” jawab Ayumi pelan sambil melingkarkan tangannya ke tubuhnya. Pakaian yang basah membuatnya kedinginan.
“Kenapa bajumu?”
Ayumi terdiam. Dia tidak ingin menceritakan yang sebenarnya pada Sinichi. “Tidak apa. Hanya tidak sengaja tersiram tadi,”
Really?”
Hai. Dimana Kira?” Ayumi mengalihkan pembicaraan sambil menggosok-gosokkan tangannya. Tubuhnya terasa sangat dingin.
“Entahlah. Kau kedinginan?”
“Mm..”
“Pakai ini,” kata Sinichi pelan sambil mengangsurkan jaket miliknya.
“Tak perlu. Nanti kau yang kedinginan. Sepertinya akan turun hujan,” jawab Ayumi sambil menatap langit.
“Hey, bagaimanapun aku ini laki-laki, lebih kuat darimu. Cepat pakai!” ucap Sinichi sambil memakaikan jaketnya pada tubuh kurus Ayumi.
“Hmm, thanks. Bagaimana kalau kita pulang. Ah! Kira dan Sakura! Kemana mereka?”
--
“Mashiotara? Sedang apa kau dibalik pohon seperti ini?” suara Kira Yamamoto mengagetkan Sakura yang sedang mengintip memperhatikan sepasang manusia tak jauh dari tempatnya berdiri.
“Ara, Kira-san. Tidak sedang apa-apa. Kau?”
“Aku? Aku dari toko itu membeli minuman. Ngomong-ngomong, kau melihat Sinichi?”
“Sinichi? Mm.. sepertinya itu dia,” jawab Sakura pelan sambil menunjuk sepasang manusia yang tadi dia perhatikan.
“Bersama Ayumi?”
“Begitulah..”
“Mm,”
“Kira-san, bagaimana kalau kita pergi? Kurasa mereka berdua sedang tak ingin diganggu,”
“Benarkah? Ee, baiklah. Ayo..” Kira Yamamoto menggandeng Sakura Mashiotara sambil beranjak pergi.
--
“Ayumi, kurasa sebaiknya kita pulang,” Sinichi berkata lembut pada gadis di sampingnya.
“Tanpa Sakura dan Kira?”
“Aku sudah menghubungi mereka. Tak ada satupun yang menjawab,” jawab Sinichi sambil mengecek iPhone di genggamannya.
“Baiklah,”
--
“Sakura-san..”
“Apa?”
“Tidak,”
“Ada apa, Yamamoto?”
“Apakah.. Takashi pernah mengatakan sesuatu tentangku?”
“Maksudmu?” Sakura Mashiotara menoleh dengan cepat pada laki-laki yang tengah berjalan di sampingnya.
“Mm, aku rasa, aku menyukainya. Apakah, menurutmu dia juga menyukaiku?” tanya Kira Yamamoto sambil menatap lurus ke depan.
“Tidak..” jawab Sakura lirih pada dirinya sendiri.
“Apa?” tanya Kira.
“Bukan apa-apa. Mm, kurasa..”
“Kau rasa?”
“Kurasa.. aku menyukaimu,” jawab Sakura dengan nada melamun.
“Kau?”
“Ara! Apa yang baru saja ku katakan?!” Sakura menutup mulut dengan kedua tangannya.
“…..”
“Kira-san, tak usah kau anggap kata-kataku tadi. Sebaiknya aku pulang. Daah..”
Kira Yamamoto hanya terdiam menatap temannya menjauh pergi.
--
“Ini rumahmu?” pandangan Sinichi mengarah ke rumah asri di depannya.
“Benar. Bagaimana kalau kau”-belum selesai Ayumi berkata, terdengar suara ibunya dari dalam rumah.
“Ayumi! Kau sudah pulang? Nah, siapa ini? Teman barumu?” rentetan pertanyaan langsung terdengar setelah Nyonya Takashi sampai di samping putrinya.
“Konnichiwa. Saya teman Ayumi. Sinichi Kendo-desu,” ucap Sinichi sambil berojigi.
“Begitu rupanya. Kau telah mengantar Ayumi pulang, mari mampir ke rumah kami,” ajak Nyonya Takashi riang. Nampaknya sifat riang Ayumi diwarisi dari ibunya, pikir Sinichi.
“Tapi..”
“Sudahlah, ayo masuk,” Sinichi hanya bisa pasrah ditarik oleh Nyonya Takashi. Sementara Ayumi hanya tersenyum kecil melihat Sinichi terlihat pasrah di genggaman ibunya. [?]
--
“Terima kasih banyak, bibi. Saya pulang dulu,” kata Sinichi sopan sambil berojigi.
“Baiklah. Sampaikan salam untuk kedua orangtuamu,”
“Ayumi, aku pulang dulu. Bye,
“Daah..”
--
Ayumi.. ami..
Ayumi.. ami..
Nama yang sangat mirip, pikir Sinichi gelisah.
Sejak kedatangan Ayumi Takashi, hidupnya terasa lebih berwarna. Dan tentu saja, gadis manis itu selalu mengingatkannya pada masa kecilnya.
Sinichi masih ingat hari itu, pertama kali dia mengenal ami-chan. Saat itu dia tengah berjalan menuju rumahnya. Tak sengaja matanya menangkap sesosok kecil yang tengah menangis di pinggir jembatan menuju rumahnya. Segera dihampiri gadis itu.
“kau kenapa?”
“aku tersesat..”
“dimana rumahmu?”
“aku tak tau. Sudah kubilang aku tersesat!” Sinichi kecil menaikkan sebelah alisnya. Gadis ini, sedang kesusahan tetap galak.
“iya iya.. maksudku, rumahmu daerah mana?”
“entahlah. Aku baru saja pindah. Huuu.. huuu..”
“hey, jangan menangis,”
“lalu aku harus bagaimana?!” gadis kecil itu membentak ichi.
“mm, bagaimana kalau kau ikut ke rumahku?”
“untuk apa? Aku tidak kenal denganmu,” balas anak itu galak.
“mm, kalau bagitu mari berkenalan. Watashi wa Ichi-desu,”
“mm? aku ami. Ibuku biasa memanggilku ami-chan,”-
“bolehkah aku memanggilmu ami-chan? Kau boleh memanggilku ichi-kun,” anak itu menatap Sinichi heran.
Belum sempat Ami menjawab, perempuan berumur 30an mendekat.
“ami-chan! Kau di sini rupanya! Ibu sangat khawatir,” ucap perempuan itu sambil memeluk ami.
“ibuuu!! Ami takut sekali..”
--
“ibuuu!! Ami takut sekali..” Ayumi Takashi mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Ichi-kun.
“tak apa. Ada ibu di sini. Nah, siapa anak laki-laki imut ini?” ibu mengalihkan pandangannya kepada ichi.
“aku teman baru ami. Watashi no namae wa Ichi-desu,” ichi memperkenalkan diri dengan sopan.
“begitu rupanya. Baiklah, Ichi, kami pergi dulu. Cepat pulang! Kau tidak tersesat kan?” ibu berkata sambil menggandeng tangan ami.
“tidak. Aku pulang dulu, ami-chan. Kapan-kapan kita bermain sama-sama ya?” Ichi kecil melangkah perlahan.
Sejak saat itu, Ayumi kecil selalu pergi ke kompleks perumahan tempat dia tersesat dan bermain bersama Ichi. Begitu terus selama 2 tahun. Hingga suatu hari, ayah Ayumi yang seorang arsitek dipindah tugaskan keluar negeri. London tepatnya. Tanpa sempat berpamitan pada teman akrabnya, Ayumi pergi. Sejak saat itulah, dia tak pernah lagi mengetahui kabar Ichi.
Tumbuh di London, dia baru menyadari betapa bodohnya ia tak pernah menanyakan nama lengkap Ichi. Dia hanya tahu, sahabatnya itu senang dipanggil Ichi-kun. Sebenarnya Ayumi pernah beberapa kali berkunjung ke rumah Ichi, tapi ia memanggil ibu Ichi dengan ibu Ichi. Dia juga tidak ingat apa nama keluarga Ichi.
Mungkinkah ia Sinichi Kendo?
Ayumi tahu ia tidak boleh terlalu berharap. Apalagi berharap Ichi masih mengingatnya, mengenalnya. Ia tahu, ia ingat, dulu ia yang telah pergi begitu saja. Jika seandainya Sinichi atau siapapun itu telah melupakannya, apa lagi yang bisa ia lakukan?
Tentu saja, jauh di lubuk hatinya dia mengakui bahwa dia telah jatuh cinta pada Sinichi Kendo. Terlepas dia Ichi-kun atau bukan, Ayumi selalu merasa bahagia setiap berada di dekat Sinichi. Laki-laki itu seperti memberi energi positif terhadapnya. Walaupun baru satu minggu ini dia mengenalnya, tapi Ayumi merasa telah lama mengenal Sinichi. Dan kenyataan inilah yang membuatnya berharap bahwa Sinichi Kendo adalah Ichi-kun-nya..


-to be continue-

part 2 nih . gimana ??
gomenasai banget kalo nggak dapet feel-nyaaaa :(

No comments:

Post a Comment